Rabu, 11 Januari 2012

20 TEORI-TEORI ILMU SOSIAL



20 TEORI-TEORI ILMU SOSIAL

1.      Teori Interaksi simbolis
(Menurut Noeng Muhadjirin dalan Tjipto .2009: 81)
Konsep interaksi simbolik bertolak pada tujuh posisi dasar, yaitu:
ü  Bahwa perilaku manusia itu mempunyai .makna dibalik yang menggejala,  sehingga diperlukan metoda untuk mengungkapkan perilaku yang terselubung.

ü  Pemaknaan kemanusiaan manusia perlu dicari sumbernya pada interaksi sosial manusia. Manusia membangun lingkungannya, manusia membangun dunianya, dan kesemuanya dibangn berdasrkan simpati, dengan bentuk tertinggi mencintai sesama manusia dan mencintai Tuhan.

ü  Bahwa masyarakat manusia itu merupakan proses yang berkembang holistik, tidak terpisah, tidak linier, dan tidak terduga.

ü  Perilaku manusia itu berlaku berdasarkan penafsiran fenomenologik, yaitu berlangsung atas maksud, pemaknaan dan tujuan, bukan di tujukan atas proses mekamik atau otomatik, perilaku manusia bertujuan dan tidak terduga.

2

ü  Konsep mental manusia itu berkembang dialektik, mengakui adanya tesis, antithesis, dan sintesis, sifatnya idealitik bukan materialistik.

ü  Perilaku manusia itu wajar, dan konstruktif kreatif, bukan elementer reaktif.

ü  Perlu di gunakan metoda instrospeksi simpatetik, menekankan pendekatan intuitif untuk menangkap makna (Muhadjir, dalam Tjipto 2009: 82).


Dari perspektif simbolik, semua organisasi sosial terdiri dari para pelaku yang mengembangkan definisi tentang suatu situasi atau prspektif lewat proses interpretasi dan mereka bertindak dalam makna definisi tersebut.

2.      Teori Etnografi
(Menurut Bogdan Dan Bilken Dalam Tjipto .2009: 83)

ü  dijelaskan bahwa kerangka kerja yang digunakan dalam melaksanakan studi antropologi adalah konsep tentang kebudayaan (the concept of culture). Usaha untuk mendiskripsikan budaya atau aspek budaya disebut (ethnography). Budaya merupakan pengetahuan yang diperoleh seseorang dan digunakan untuk menginterpretasikan pengalaman yang menghassilkan sesuatu (Spradly dalam Tjipto, 2009: 83).
3

ü  Beberapa antropologi mendefinisikan kebudayaan sebagai “Pengetahuan perolehan yang digunakan orang untuk menafsirkan pengalaman dan membuahkan tingkahlaku” (Spradly dalam Tjipto, 2009: 83).

ü  Peneliti Etnografi agar dapat mencapai tujuan perlu memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut:

a.       Peneliti dituntut memiliki pengetahuan dan dedikasi yang tingi, sebab etnografi diperlukan pengamatan, interaksi dengan responden, atau anggota komunitas tertentu dalam waktu yang relative lama.

b.      Etnografi umumnya tidak tertarik dengan generalisasi seperti pada penelitian  psikometrik, tetapi lebih tertarik untuk memotret kondisi apa adanya.

c.       Fokus etnografi adalah situasi nyata dan setting secra alamiah dimana orang beraktifitas dan berhubungan sosial dengan anggota masyarakat lainnya.

d.      Etnografi menempatkan pada perlunya koleksi dan interpretasi data dari hipotesis yang sudah diterapkan.



4
e.       Etnografi bergerak dari data dalam mencari hipotesis, bukan hipotesis mencari data.
Dari hipotesis yang dibangun peneliti, etnografi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu Naturalistic Ecological Hypotheses (NEH) dan Qualitative Phenomenological Hypothesis (QHP). Naturalistic Ecological Hypothesis menyatakan bahwa konteks duania perilaku terjadi pada subjek yang diteliti, memiliki pengaruh signifikan terhadap perilaku subjek tersebut. Sedangakan dalam penelitian Qualitatif Phenomenological Hypothesis lebih mengkonsentrasikan etnografi dibnding dengan psikometrik, karena peneliti lebih percaya bahwa perilaku manusia tidak dapat dimengerti dengan lebih baik tanpa meleburkan diri bersama (incorporating) kedalam pengamatan persepsi subjek serta system kepercayaan diri mereks yang terlibat dalam penelitian.

  1. Teori diskriptif
(William L.Morrow, Stephen P.Robbin, Stephen K.Bailey, 1986)
Menggambarkan apa-apa yang nyata-nyata terjadi dilapangan (memotret apa adanya). Artinya, semua kegiatan sosial yang terjadi di lapangan di gambarkan secara nyata. Misalnya seorang bocah membantu  seorang nenek yang tua renta hendak menyeberang jalan. Sehingga apa yaang terjadi tersebut digambarkan dengan sebenar-benarnya, tanpa adanya rekayasa.

5
  1. Teori pre-skriptif
(Menurut William L.Morrow, Stephen P.Robbin, Stephen K.Bailey, 1986)
menggambarkan perubahan-perubahan untuk melakukan pembaharuan, koreksi dan perbaikan suatu proses teori dan fenomena tertentu.

5.       Teori Normatif
(Menurut William L.Morrow, Stephen P.Robbin, Stephen K.Bailey, 1986)
pada dasarnya mempersoalkan peranan suatu kebijaksanaan/ perundang-undangan/ peraturan tertentu.

  1. Teori asumtif
(Menurut William L.Morrow, Stephen P.Robbin, Stephen K.Bailey, 1986)
 lebih memusatkan perhatian pada usaha-usaha untuk memperbaiki suatu praktek dengan memahami hakekat suatu fenomena yang terjadi dalam lingkungannya.
  1. Teori instrumental
(Menurut William L.Morrow, Stephen P.Robbin, Stephen K.Bailey, 1986)
bermaksud untuk melakukan konseptualisasi mengenai cara-cara memperbaiki suatu teknis sehingga dapat dibuat sebagai sasaran yang lebih realistik (tools of analysis).

6
  1. Teori hubungan manusia (human relation theory)
(Menurut William L.Morrow, Stephen P.Robbin, Stephen K.Bailey, 1986)
menitik beratkan bahwa norma-norma sosial merupakan faktor kunci dalam menentukan sikap, perilaku dan tindakan seseorang terutama dalam lingkungan kerja.

  1. Teori pengambilan keputusan (decesion making theory)
( Menurut William L.Morrow, Stephen P.Robbin, Stephen K.Bailey, 1986)
lebih mengkonsentrasikan diri pada analisa proses pengambilan keputusan, apakah mempergunakan model statistik, model optimasi, model informasi, model simulasi, model liniar programming, model critical path scheduling, model inventory, model site location, ataukah model resources allocation, dan sebagainya (catatan : pada beberapa fakultas dan program training sudah merupakan mata pelajaran tersendiri).
10.  Teori perilaku (behavior theory)
(Menurut William L.Morrow, Stephen P.Robbin, Stephen K.Bailey, 1986)
orientasi yang dikembangkan adalah efesiensi dan sasaran dengan cara mengintegrasikan komponen-komponen anggota organisasi, struktur dan prosesnya. Dengan kata lain teori perilaku lebih memahami pentingnya aspek dan faktor manusia sebagai alat utama untuk mencapai tujuan organisasi ( catatan : teori perilaku ini juga sudah merupakan mata kuliah tersendiri sebagai mata kuliah perilaku organisasi).


7
11.  Teori sistem
(Menurut William L.Morrow, Stephen P.Robbin, Stephen K.Bailey, 1986)
merupakan suatu cara pendekatan yang memandang bahwa setiap fenomena mempunyai berbagai komponen yang saling berinteraksi satu sama lain agar dapat bertahan hidup (survival). Dalam sistem memiliki beberapa unsur sistem antara lain : unsur lingkungan, unsur masukan (input), unsur pengelola (konversi/throught put), unsur keluaran (out put/product), unsur efek atau unsur akibat (consequences), dan unsur umpan balik (feed back)

12.  Teori kontingensi
(Menurut William L.Morrow, Stephen P.Robbin, Stephen K.Bailey, 1986)
sebagai perkembangan dari teori sistem yang dipersamakan dengan pendekatan situasional yang mengakui adanya dinamika dan kompleksitas antar hubungan (interaksi sosial).

13.  Teori deskriptif eksplanatori
(Menurut William L.Morrow, Stephen P.Robbin, Stephen K.Bailey, 1986)
menjelaskan keaneka ragaman isi yang terkandung dalam fenomena lingkungan nyata (cenderung ke metode content analysis, discourse analysis, framing analysis).




8
14.  Sosiologi adalah ilmu positip
(Menurut August Comte)
masyarakat. Ia menggunakan kata positip yang artinya empiris. Jadi sosiologi baginya adalah studi empiris tentang masyarakat. Menurut August Comte, obyek studi dari sosiologi adalah tentang masyarakat, ada dua unsure yaitu struktur masyarakat yang disebut statika sosial dan proses-proses sosial di dalam masyarakat yang disebut dinamika sosial.

15.  Teori Struktural Fungsional (Konstruksionisme)
(Menurut Talcott Parson)
Teori ini menjelaskan tingkah laku manusia berdasarkan suatu sistem sosial yang terbentuk oleh jaringan hubungan berbagai fungsi yang ada dalam suatu masyarakat, yaitu fungsi-fungsi seperti : peran, status, pendapatan, pekerjaan dll. Hubungan antara fungsi-fungsi sosial tersebut dianggap sama dengan hubungan antara fungsi-fungsi biologis dalam suatu organisme.

16.  Teori Struktural Historis
(Menurut Max Weber)
Dimana tingkah laku manusia seakan-akan ditentukan hanya oleh pranata ekonomi dengan tekanan khusus, padahal kenyataannya bahwa tingkah laku manusia berhubungan langsung dengan hubungan produksi yang melibatkannya.

9
17.  Teori Struktural Historis
(Menurut Hegel)
Dengan demikian orang-orang yang mempunyai akses terhadap faktor-faktor produksi akan mempunyai bentuk tingkah laku yang berbeda dari mereka yang tidak memiliki akses tersebut.

18.  Teori Struktural Historis
(Menurut Karl Marx)
Relasi produksi tersebut menimbulkan klas-klas sosial dalam masyarakat, dan tingkah laku sosial sebetulnya tidak lebih dari masalah yang muncul dari pertarungan antar kelas.

19.  Teori Struktural A-Historis
(Menurut Levi Strauss)
Teori ini beranggapan bahwa tingkah laku manusia ditentukan oleh beberapa struktur apriori yang asal-usulnya tidak dapat dijelaskan oleh perkembangan sejarah, bahkan sebaliknya sejarah dibentuk oleh watak struktur-struktur tersebut.
20.  Teori Fenomenologi
(Menurut Muhadjir, Dalam Tjipto 2009: 68)
Pendekatan fenomenologi mengakuai adanya kebenaran empiric etik yang memerlukan akal budi untuk melacak dan menjelasskan serta berargumentasi. Akal budi ini mengandung makna bahwa kita perlu menggunakan criteria lebih tinggi lagi dari sekedar true or false.
10

2 komentar: